1.
Perkembangan Sosial
Salah satu
tugas perkembangan remaja yang sulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian
sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang
sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar
lingkungan keluarga dan sekolah.
Untuk
mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak membuat
penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan
meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial,
pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan,
nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial dan nilai-nilai baru dalam
seleksi pemimpin.
Dalam proses
perkembangan sosial, anak juga dengan sendirinya mempelajari proses penyesuaian
diri dengan lingkungannya, baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat. Perkembangan sosial individu sangat tergantung pada kemampuan
individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta keterampilan
mengatasi masalah yang dihadapinya.
Karena
remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya
sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya
pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada
pengaruh keluarga.
Dan karena
keremajaan itu selalu maju, maka pengaruh kelompok sebayapun mulai akan
berkurang. Hal ini disebabkan karena ada dua faktor, yaitu:
a. Sebagian besar remaja ingin
jadi individu yang berdiri diatas kaki sendiri, dan ingin dikenal sebagai
individu yang mandiri. Upaya bagi penemuan identitas diri yang tadi sudah
dibahas melemahkan pengaruh kelompok sebaya pada remaja.
b. Timbul dari akibat pemilihan
sahabat, remaja tidak lagi berminat dalam berbagai kegiatan seperti pada waktu
berada pada masa kanak-kanak. Karena kegiatan sosial kurang berarti
dibandingkan dengan persahabatan pribadi yang lebih erat, maka penagruh
kelompok sosial yang besar menjadi kurang menonjol dibandingkan penagur teman-teman.
Ada sejumlah
karakteristik menonjol dari perkembangan social remaja, yaitu sebagai berikut:
a. Berkembanganya
kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan.
Masa remaja
bisa disebut sebagai masa sosial, karena sepanjang masa remaja hubungan sosial
semakin tampak jelas dan sangat dominan. Kesadaran akan kesunyian menyebabkan
remaja berusaha mencari kompensasi dengan mencari hubungan dengan orang lain
atau berusaha mencari pergaulan. Penghayatan kesadaran akan kesunyian yang
mendalam dari remaja merupakan dorongan pergaulan untuk menemukan pernyataan
diri akan kemampuan kemandiriannya.
b. Adanya upaya memilih
nilai-nilai sosial.
Ada dua
kemungkinan yang ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai
sosial tertentu, yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau tetap
pada pendirian dengan segala akibatnya. Ini berarti bahwa reaksi terhadap
keadaan tertentu akan berlangsung menurut norma-norma tertentu pula. Bagi
remaja yang idealis dan memiliki kepercayaan penuh akan cita-citanya, menurut
norma-norma sosial yang mutlak meskipun segala sesuatu yang telah dicobanya
gagal. Sebaliknya bagi remaja yang bersikap pasif terhadap keadaan yang
dihadapi akan cenderung menyerah atau bahkan apatis. Namun ada kemungkinan
seseorang tidak akan menuntut norma-norma sosial yang demikian mutlak, tetapi
tidak pula menolak seluruhnya.
c. Meningkatnya
ketertarikan pada lawan jenis.
Masa remaja
sering kali disebut sebagai masa biseksual. Meskipun kesadaran akan lawan jenis
ini berhubungan dengan perkembangan jasmani, tetapi sesungguhnya yang
berkembang secara dominan bukanlah kesadaran jasmani yang berlainan, melainkan
tumbuhnya ketertarikan terhadap jenis kelamin yang lain. Hubungan sosial yang
tidak terlaku menghiraukan perbedaan jenis kelamin pada masa-masa sebelumnya,
kini beralih kearah hubungan social yang dihiasi perhatian terhadap perbedaan
jenis kelamin.
d. Mulai cenderung memilih
karier tertentu
Sebagaimana
dikatakan oleh Kuhlen bahwa ketika sudah memasuki masa remaja akhir, mulai
tampak kecenderungan mereka untuk memilih karier tertentu meskipun dalam
pemilihan karier tersebut masih mengalami kesulitan. Meskipun sebenarnya
perkembangan karier remaja masih berada pada taraf pencarian karier. Untuk itu
remaja perlu diberikan wawasan karier disertai dengan keunggulan dan kelemahan
masing-masing jenis karier tersebut.
2. Perkembangan
Moral
Istilah
moral berasal dari kata latin “mos” (moris), yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Moral pada dasarnya
merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi
dan moral merupakan kaidah norma dan pranta yang mengatur perilaku individu
dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan
standar baik buruk yang ditentukan bagi individu olen nilai-nilai sosial budaya
dimana individu sebagai anggota sosial.
Karakteristik
yang menonjol dalam perkembangan moral remaja ini adalah bahwa sesuai dengan
tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional
format yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memcahkan masalah-masalah
yang bersifat hipotesis, maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan
tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi, juga pada
sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka.
Remaja
diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang akan berlaku umum dan
merumuskanya dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Disi ada lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja
yaitu:
a. Pandangan moral individu makin lama makin
menjadi lebih abstrak.
b. Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang
benar dan kurang pada apa yang salah, keadilan moral sebagai kekuatan moral
yang dominan
c. Penilaian moral menjadi semakin kognitif.
d. Penilaian moral menjadi kurang egosentris
e. Penilaian moral secara psikologis menjadi
lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan
menimbulkan ketegangan emosi.
Berdasarkan
penelitian empiris yang dilakukan oleh Lawrence E. Kohlberg, tahap-tahapan
perkembangan moral dapat dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat prakonvensional
Pada tingkat
ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan ungkapan-ungkapan budaya
mengenai baik dan buruk serta benar dan salah. Namun demikian, semua ini masih
ditafsrikan dari segi akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman,
keuntungan, pertukaragn kebaikan) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang
memaklumkan peralihan.
b. Tingkat konvensional
Pada tingkat
ini, anak memandang perbuatan itu baik/benar atau berharga bagi dirinya apabila
dapat memenuhi harapan/persetujuan keluarga, kelompok, atau bangsa. Disini
berkembang sikap konformitas, loyalitas, atau penyesuaian diri terhadap
keinginan kelompok, atau aturan sosial masyarakat.
c. Tingkat
pasca-konvensional
Pada tingkat
ini ada usaha individu untuk mengartikan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral
yang dapat diterapkan atau dilaksanakan terlepas dari otoritas kelompok,
pendukung atau orang yang memegang/menganut prinsip-prinsip moral tersebut juga
terlepas apakah individu yang bersangkutan termasuk kelompok itu atau tidak.
Perkembangan
moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Anak memperoleh
nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Dia belajar
untuk mengenal nilai-nilai dan berprilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut.
Dalam mengembangkan moral anak, peranan orang tua sangatlah penting, terutama
pada waktu anak masih kecil. Beberapa sikap orang tua yang perlu diperhatikan
sehubugan dengan perkembangan moral anak diantaranya sebagai berikut:
a. Konsisten dalam mendidik anak
b. Sikap orang tua dalam keluarga
c. Penghayatan dan pengalaman agama yang dianut
d. Sikap konsisten orang tua dalam menerapakan
norma.
Dalam
perkembangan moral ada tahap-tahap yang berlangsung sama pada setiap
kebudayaan, penahapan yang ditemukan bukan mengenai sikap moral yang khusus,
melainkan berlaku pada proses penalaran yang mendasarinya. Makinh tinggi
tingkat penalaran sesorang makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
3.
Perkembangan Seksual
Peserta
didik pada usia sekolah menengah (masa remaja) berusaha secara total
menemukan satu identitas, berupa perwujudan orientasi seksual yang tercermin
dari hasrat seksual, emosional, romantis, dan atraksi kasih sayang kepada
anggota jenis kelamin yang sama atau berbeda atau keduanya. Seseorang peserta
didik yang tertarik pada anggota jenis kelamin lain disebut heteroseksual.
Sebaliknya, seseorang yang terterik pada anggota jenis kelamin yang sama
disebut homoseksual.
Sebagai
orang yang berada pada usia remaja, peserta didik menemukan berbagai cara untuk
mengekspresikan diri mereka secara seksal. Kebanyakan orang muda meredakan
ketegangan seksual melalui masturbasi, yang pada usia ini dipicu atau
termotivasi oleh perilaku erotis. Disamping itu banyak remaja melalukan
pengungkapan seksual dengan cara lain, seperti saling petting atau
aktivitas seksual selalin hubungan seksual. Petting ialah sensasi
seksual dengan titik tekan di bawah pinggang atau diatas pinggang, tapi
bukan berupa hubungan seksual.
Aktivitas
seksual peserta didik remaja banyak diwarnai oleh pikiran bahwa mereka sedang
jatuh cinta kepada satu orang secara khusus untuk waktu yang lama, tetapi
mereka tidak memiliki tingkat kematangan yang diperlukan untuk mempertahankan
“hubungan intim” dan penuh kasih. Promiskuitas remaja mungkin menunjukkan
masalah emosional, termasuk harga diri rendah, ketergantungan, ketidakdewasaan,
atau permusuhan yang mendalam.
Pengalaman
seksual mencakup pengalaman yang secara khayal ditujukan kepada hubungan
jasmani dan orang yang dicenderunginya. Sehubungan dengan perkembangan erotik,
Spianger mengatakan bahwa pengalaman erotik berwujud cinta yang pada dasarnya
estetis. Jiwa mempersatukan diri dengan jiwa yang lain, karena mengagumi
kecantikan atau kegagahan tubuh yang lain itu. Dalam tubuh yang cantik dan
gagah mereka melihat adanya jiwa yang ideal.
Dari
berbagai hasil studi disimpulkan bahwa masalah seksualitas pada remaja timbul
karena faktor-faktor berikut, yaitu:
a. Perubahan-perubahan hormonal
yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja.
Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku
seksual tertentu.
b. Penyaluran itu tidak dapat
segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum
karena adanya undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia
menikah (sedikitnya 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria), mapun
karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang makin
tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan dan persiapan mental).
c. Sementara usia kawin
ditunda, norma-norma agama tetap berlaku dimana seseorang dilarang untuk
melakukan hubungan seks sebelum menikah.
d. Kecenderungan pelanggaran
makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual
melalui media massa yang dengan adanya teknologi canggih menjadi tidak
terbendung lagi.
e. Orang tua sendiri,
baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukkan
pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak terbuka terhadap anak, malah
cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah yang satu ini.
f. Dipihak lain tidak dapat
diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang makin besar antara pria dan
wanita dalam masyarakat sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan
wanita sebagai kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.
4.
Perkembangan Inteligensi
Istilah
inteligensi, semula berasal dari bahasa latin “intelligere” yang berarti
menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Menurut William Stern, ia
mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk menggunakan secara tepat
alat-alat bantu dan pikiran guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan
baru. Inteligensi merurut David Wechsler yang dikutip oleh Sarlito, didefenisikan
sebagai “ Keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara
terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Sedangkan
Inteligensi menurut Jean Piaget diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh
kemampuan berpikir dan bertindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang
komplek seperti berpikir, mempertimbangakan, menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi dan menyelesaikan persoalan-persoalan.
Inteligensi
memang mengandung unsur pikiran atau ratio, makin banyak unsur yang digunakan
dalam suatu tindakan atau tingkah laku, makin berintegrasi tingkah laku
tersebut. Unsur inteligensi dinyatakan dalam IQ dan dari pengukuran inteligensi
yang dilakukan para ahli, maka ia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
IQ
|
Klasifikasi
|
% Diantara
Penduduk Dunia
|
Sampai
dengan 67
|
Terbelakang
|
2,2
|
68-79
|
Pembatasan
|
6,7
|
80-90
|
Kurang
dari rata-rata
|
16,1
|
91-110
|
Rata-rata
|
50,0
|
110-119
|
Diatas
rata-rata
|
16,1
|
120-127
|
Superior
|
6,7
|
128
|
Sangat
superior
|
2,2
|
Dan adapun
tahapan-tahapan perkembangan inteligensi menurut Piaget seperti yang telah
dikutip oleh Sarlito dan yang diperjelas oleh Agus Salim Daulay adalah sebagai
berikut:
a. Periode atau Masa Sensoris Motoris
(0-2,5 tahun); Masa ketika bayi mempergunakan syistem penginderaan dan
aktivitas motorik untuk mengenal lingkungan.
b. Periode atau Masa Pra-Operasional
(2,0-7,0 tahun); Ciri khasnya adalah kemampuan menggunakan symbolik.
c. Periode atau Masa Konkrit
Operasional (7,0-11 tahun); Pada tahap ini anak sudah bisa melakukan berbagai
macam tugas konkrit.
d. Periode atau Masa Formal
Operasional (11 tahun-dewasa); Dalam usia remaja dan seterusnya, seseorang
sudah mampu berpikir abstrak dan hipotesis. Ia bisa memperkirakan apa yang
mungkin terjadi dan bisa mengambil kesimpulan dari suatu pernyataan.
Menurut Andi
Mappiare, hal-hal yang mempengaruhi perkembangan inteligensi antara lain:
a. Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga ia
mampu berpikir reflektif.
b. Banyaknya pengalaman dan
latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir
pra-operasional
c. Adanya kebebasan berpikir,
menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang
radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang
keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
5. Perkembangan
Emosi
Dalam
perilaku kita sehari-hari pada umumnya disertai dengan perbuatan, seperti
perasaan senang dan tidak senang. Perasaan senang dan tidak senang yang terlalu
menyertai perbuatan-perbutan kita sehari-hari disebut sebagai warna afektif.
Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau kadang-kadang
tidak jelas. Apabila warna afektif tersebut kuat, perasaan seperti itu
dinamakan emosi.
Menurut Crow
& Crow, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai dengan
perubahan-perubahan fisik. Pada saat emosi, sering terjadi perubahan-perubahan
pada fisik seseorang, seperti:
a. Reaksi elektris pada kulit meningkat bila
terpesona
b. Peredaran darah bertambah cepat bila marah
c. Denyut jantung bertambah cepat bila terkejut
d. Pernafasan bernafas panjang bila kecewa
e. Pupil mata membesar bila marah
f. Liur
mengering kalau takut atau tegang
g. Bulu roma berdiri kalau takut
h. Pencernaan menjadi sakit atau
mencret-mencret kalau tegang
i. Otot menjadi ketegangan atau
bergetar (tremor)
j. Komposisi darah berubah dan
kelejar-kelenjar lebih aktif.
Masa remaja
adalah masa goncang yang terkenal dengan berkecambuknya perubahan-perubahan
emosional. Elizaberth mengatakan bahwa masa remaja adalah masa “badai dan
takanan”. Suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari
perubahan fisik dan kelenjar, atau perubahan jasmaniah, terutama perubahan
hormon seks.
Akan tetapi
menurut Zakiah Daradjat, bahwa kegoncangan emosi itu tidak hanya disebabkan
oleh perubahan hormon seks dalam tubuh saja, karena perubahan hormon itu
mencapai puncaknya pada permulaan masa remaja awal, sementara perkembangan
emosi mencapai puncaknya pada periode akhir. Oleh karena itu, kita bisa
mengatakan bahwa kegoncangan emosi juga dapat berakibat dari suasana masyarakat
dan keadaan ekonomi lingkungan remaja.
Masa remaja
dikenal dengan masa strom and stress, yaitu terjadi pergolakan emosi
yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis
yang bervariasi. Pergolakan
emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari berbagai macam pengaruh,
seperti lingkungan, tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman
sebayanya, serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Penyesuaian
diri terhadap lawan jenis termasuk salah satu hal yang menyebabkan kecemasan
pada remaja, karena keadaan dan perasaan ini adalah hal baru. Oleh karena itu,
memerlukan kemampuan untuk menyesiaikan diri, karena dapat menimbulkan
ketegangan emosi. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi tidak jarang
menimbulkan konflik jika tidak diikuti oleh bimbingan dari orang tua atau orang
yang telah dewasa. Begitu pula dengan kehidupan disekolah, ada pula situasi
yang menyebabkan tidak enaknya remaja. Seperti kegagalan dalam belajar, akan
menimbulkan rasa tidak enak, cemas dan mungkin putus asa.
Diantara
faktor terpenting yang menyebabkan ketegangan remaja adalah masalah penyesuaian
diri dengan situasi dirinya yang baru, karena setiap perubahan membutuhkan
penyesuaian diri. Biasanya penyesuaian diri itu didahului oleh kegoncangan
emosi, karena setiap percobaan mungkin gagal atau sukses. Ketakutan atau gagal
menyebabkan jiwanya goncang. Semakin banyak situasi dan suasana baru akan
bertambah pula usaha untuk penyesuaian selanjutnya akan meningkat pula
kecemasan.
KESIMPULAN
Masa
remaja, yang berlangsung dari saat individu menjadi matang secara seksual
Sampai usia delapan belas tahun-usia kematangan yang resmi-dibagi kedalam awal
masa remaja, yang berlangsung sampai usia tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja yang berlangsung sampai
usia kematangan yang resmi. Ini merupakan masa yang penting dalam rentang
kehidupan, suatu, periode peralihan, suatu
masa peruubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas, usia
yang menakutkan, masa tidak realistik dan ambang dewasa.
SARAN
Perubahan-perubahan yang terjadi
pada masa remaja menimbulkan berbagai konflik batin maupun psikis. Orang tua
harus benar – benar memahami konsukuensi perubahan pada remaja. Sementara itu,
perawat dapat dijadikan tempat konseling untuk remaja sebagai mana peran
perawat dan sebagai perawat yang menghadapi permasalahan remaja senantiasa
memberikan bimbingan atau konseling yang baik atau yang tidak memojokan remaja
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar