Hakekat Kepemimpinan
Pada masa sekarang, seringkali terdengar pernyataan mengapa
konsep mengenai pemimpin yang ideal pada setiap tingkatan organisasi begitu
sulit dipahami. Pernyataan demikian muncul disebabkan oleh adanya kesalahpahaman
mengenai konsep kepemimpinan, yang dimulai dari pandangan bahwa kepemimpinan
adalah sesuatu yang dimiliki atau dicapai, atau mempersepsikannya sama dengan
seseorang, posisi, dan atau jabatan.
Gregory A. Gull, sebagai pendiri Practicum Unlimited,
mengatakan bahwa pemikiran mengenai konsep kepemmpinan sebagai suatu hak milik
atau posisi merupakan hal yang sia-sia dan menyesatkan. Pandangan ini sesuai
dengan orientasi kaum elit, membangun penghalang, melindungi hak istimewa
sebagian kecil orang untuk mengarahkan atau mengendalikan nasib banyak orang,
mempertahankan dan sekaligus mengistimewakan posisi pemegang kekuasaan dan
mempertahankan perasaan kebergantungan dan iri hati.
Bagi pemimpin yang tidak menyadari bahwa dirinya adalah
seorang pemimpin, maka karenanya tidak memiliki rencana untuk bertindak secara
efektif setiap saat menjalankan peran tersebut, dan biasanya cenderung berfokus
pada pekerjaan atau pada diri sendiri dan bukan pada karyawannya. Tak dapat
disangkal bahwa pemimpin tersebut akan memimpin tanpa berpikir atau tanpa
kendali, suatu pola sikap dan pendekatan yang tanpa disadari menciptakan
hambatan pada motivasi dan kinerja dari para karyawan yang secara tidak sadar
adalah orang yang dipimpinnya (White, 2002: 3).
Kepemimpinan merupakan ‘suatu usaha mempengaruhi orang,
antar perorangan (interpersonal), lewat proses komunikasi untuk mencapai
sesuatu atau beberapa tujuan’ (Gibson, 1997: 263). Hal ini menunjukkan bahwa
pola mempengaruhi karyawan atau orang lain, bagaimana komunikasi kepemimpinan
dengan orang lain menjadi tolok ukur kepemimpinannya.
‘Leadership is the ability to
influence a group toward the achievement of goals’ (Robbins, 2002: 3). Kepemimpinan merupakan kemampuan
mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Pengertian kepemimpinan
ini menunjukkan bahwa yang mendasari seseorang menjadi seorang pemimpin adalah
kemampuannya dalam mempengaruhi orang lain sehingga orang lain mau
bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
‘Leadership is the process of
influencing others to work toward the attainment of specific goals’ (Pearche dan Robinson, 1989: 483).
Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi orang lain untuk bekerja ke
arah pencapaian tujuan tertentu. Sementara itu, Daft (2000: 502) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang ke arah
pencapaian tujuan. Pengaruh mempunyai makna bahwa hubungan di antara
orang-orang tersebut tidak pasif, tetapi sebaliknya bersifat dinamis.
Selanjutnya, pengaruh tersebut didisain untuk mencapai tujuan tertentu.
Kepemimpinan merupakan suatu proses di mana terjadi di antara orang-orang yang
saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Kepemimpinan merupakan suatu
kegiatan orang-orang, berbeda dari gerakan kertas administratif atau kegiatan
pemecahan masalah. Dengan demikian kepemimpinan adalah dinamis dan melibatkan
penggunaan kekuasaan.
‘Leadership is the directing the
behavior of others toward the accomplishment of some objectives. Directing in
this sense, means causing idividuals to act in a certain way or to follow
a particular course’
(Certo, 1985: 319). Kepemimpinan merupakan proses mengarahkan perilaku
orang lain ke arah pencapaian beberapa tujuan. Pengarahan dalam hal ini
adalah cara-cara yang dipergunakan agar orang lain mau bertindak dalam
suatu cara tertentu atau mengikuti cara tertentu yang telah ditetapkan
untuk mencapai tujuan.
Kepemimpinan adalah “perilaku dari seorang individu yang
memimpin aktivitas–aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin
dicapai bersama ( shared goal )” (Hemhill dan Coons, 1957 : 7).
Pengertian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin dalam
memimpin pelaksanaan kegiatan-kegiatan organisasi. Kepemimpinan adalah “proses
mempengaruhi aktivitas–aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah
pencapaian tujuan” (Rauch dan Behling, 1984: 46). Dengan demikian kepemimpinan
akan memunculkan pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam situasi
tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian suatu
atau beberapa tujuan tertentu” (Tannenbaum, et al., 1961: 24).
Definisi-definisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi
bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini
pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk
menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah
kelompok atau organisasi. Kepemimpinan adalah “Proses–proses mempengaruhi, yang
mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa–peristiwa bagi para karyawan,
pilihan dari sasaran–sasaran bagi kelompok atau organisasi, pengorganisasian
dari aktivitas–aktiitas kerja untuk mencapai sasaran–sasaran tersebut, motivasi
dari para pengikut untuk mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerja sama dan
teamwork, serta perolehan dukungan dan kerja sama dari orang–orang yang
berada di luar kelompok atau organisasi” (Yukl, 1997: 4). Sikap dari para
karyawan terhadap pemimpin tersebut adalah indikator umum lain dari efektivitas
seorang pemimpin. Dengan demikian efektivitas pemimpin diukur dalam hubungannya
dengan kontribusi pemimpin terhadap kualitas.
Analisis Masalah
Permasalahan dalam dinamika kelompok, pada dasarnya
merupakan permasalahan interaksi antara pimpinan dengan bawahannya atau antar
anggota kelompok tersebut. Melalui pengamatan yang dilakukan, maka beberapa
kondisi dan indikator yang dapat digunakan antara lain, situasi konflik atau
adanya kekompakan pada kelompok tersebut, tinggi atau rendahnya produktivitas
anggota kelompok atau kelompok tersebut, tinggi atau rendahnya produktivitas
anggota kelompok atau kelompok tersebut, sering atau tidaknya pergantian aparat
pemerintahan desa.
Pada kelompok yang banyak atau sering terjadi konflik pada
kelompoknya, hal ini akan menunjukan bahwa energy yang digunakan oleh kelompok
tersebut adalah tidak efektif atau tujuan kelompoknya tidak atau belum
tercapai. Namun dengan demikian, apabila konflik tidak muncul, tidak berarti
bahwa tujuan kelompok tercapai. Hal ini perlu di gali lebih lanjut, apakah
mereka mempunyai program perencanaan yang baik atau tidak. Karena pada
organisasi interaksi yang paternalistic akan banyak dijumpai, sehingga energi
yang ada tidak digunakan secara efektif. Hal ini berarti bahwa hanya digunakan
didalam kelompok dan anggota lebih banyak menunggu perintah dari pimpinan.
Keefektifan
Kepemimpinan
Seorang
pemimpin dapat di katakana efektif apabila dapat mencapai tujuannya. Agar mampu
mencapai tujuan seorang pemimpin
diharapkan mempunyai kompetensi
sesuai dengan kepentingan organisasi. Disamping itu masih banyak factor
yang memengaruhi efektivitas kerja. Karena itu dibutuhkan pemimpinan yang
cerdas dan terampil, serta memiliki kompetensi.
1. Kompetesi
kepemimpinan
Kopetensi
kepemimpinan adalah keterampilan, pengetahuan, bakat, dan karakteristik
personal lain yang mengarahkan pada kinerja unggul
(McShane
dan von glinow, 2010:362). Kompetensi yang perlu dimiliki pemimpinan yang
efektif adalah:
a. Personality,
perhatian pemimpin atas masalah lahirlah tinggi (ramah, aktif berbicara, suka
bergaul, dan tegas)dan kesadaran (berhati-hati, diandalkan, dan disiplin diri).
b. Self-concept.
Keyakinan diri dan evaluasi diri positif pemimpin tentag keterampilan kepemimpinan sendiri dan
kemampuan untuk mencapai sasaran.
c. Drive.
Motivasi diri dari dalam diri untuk mengejar tujuan.
d. Integrity.
Keadaan dan kecenderungan pemimpin untuk menerjemahkan kata-kata kedalam
perbuatan.
e. Leadersip
motivation. Kebutuhan mensosialisasikan kekuasaan pemimpin untuk menyelesaikan
tujuan tim atau organisasi.
f.
Knowledge of the business. Tacit dan
explicit knowledge pemimpin tentang lingkungan perusahaan yang memungkinkan
pemimpin membuat keputusan intuitif.
g. Cognitive and practical intellingence. Kemampuan
kognitif pemimpin di atas rata-rata
untuk memproses informasi( congnitive intelligence)dan kemampuan menyelesaikan
masalah dunia nyata dengan menyesuaikan pada
bentuk, atau menseleksi lingkungan yang sesuai(practical intellingence).
h. Emotional
integlligence. Kemampuan pemimpin memonitor emosinya sendiri atau orang lain,
mendikriminasi di antara mereka, dan menggunakan informasi membimbing pemikiran
dan tindakan mereka.
2. Faktor Yang
Mempengaruhi Efektivitas Kepemimpinan
Mengapa beberapa pemimpin lebih efektif dari yang lainya, menurut
Colquitt,LePine dan Wesson (2011: 503) dalam Wibowo (2013: 292) efektivitas
kepemimpinan dipengaruhi oleh tiga unsur yaitu: pemilihan gaya pengambilan
keputusan secara optimal, bauran perilaku seharihari secara optimal, dan bauran
perilaku transactionaldan transformasionalsecara optimal.Pilihan gaya
pengambilan keptusan adalah directive style, facilitative style, consultative
style, dan consideration style. Bauran perilaku sehari hari adalah antara
initiating structure dan consideration. Sedangkan bauran perilaku terdiri dari:
laissez faire, transactional, passive management by exception, active
management by exception,contigent reward, dan transformational.
Pada laissez faire, tindakan penting tertunda, tanggung jawab diabaikan,
dan kekuasaan serta pengaruh tidak dimanfaatkan. Pada gaya passive management
by exception, pemimpin menunggu sampai terjadi kesalahan, dan kemudian
melakukan tindakan koreksi yang diperlukan. Pemimpin tidak melakukan tindakan
sampai diterima keluhan. Pada gaya active management by exception, pemimpin
mengatur memonitor kesalahan secara aktif dan melakukan tindakan koreksi
apabila diperlukan. Pemimpin mengarahkan perhatianya pada kegagalan untuk
mencapai standar.
Contigent reward menunjukan kepemimpinan transaksional yang lebih aktif dan
efektif dimana pemimpin mendapat persetujuan pengikut tentang apa yang harus dilakukan
dengan menggunakan janji atau aktual rewardsebagai tukaran kecukupan kinerja.
Pemimpin membuat jelas apa yang dapat diharapkan untuk diterima seseorang
apabila tujuan kinerja tercapai. Transactional leadership merupakan pendekatan
yang paling aktif dan efektif , dan secara universal diusahan diseluruh budaya
(Wibowo, 2013)
Sedangkan Menurut H. Joseph Reitz (1981) factor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas pemimpin meliputi :
a.
Kepribadian (personality) pengalaman masa lalu dan
harapan pemimpin
c.
Karakteristik harapan atau perilaku bawahan
d.
Kebutuhan tugas
e.
Iklim dan kebijakan organisasi
f.
Harapan dan perilaku rekanan
3.
Memperbaiki Efektivitas Kepemimpinan
Peter Drucker memberikan Sembilan
pedoman untuk memperbaiki efektivitas kepemimpinan (kreitner dan kinicki, 2010:
477):
a.
Pertimbangan apa yang perlu dilakukan.
b.
Pertimbangan apa yang baik untuk
dilakukan kesejahteraan seluruh perusahaan atau organisasi.
c.
Kembangkan rencana tindak dengan
memerinci hasil yang diharapkan, kemungkinan mengendalikan, revisi masa depan,
dan implikasi tentang bagaimana seseorang menggunakan waktunya.
d.
Mengambil tanggung jawab atau keputusan.
e.
Mengambil tanggung jawab untuk
mengomunikasikan rencana tindak dan memberi orang informasi yang mereka
perlukan untuk menjalankan pekerjaan.
f.
Memfokus pada peluang daripada masalah.
Jangan menaruh masalah di bawah karpet, dan memperlukan perubahan sebagai
peluang daripada sebagai tantangan.
g.
Menjalankan pertemuan yang produktif.
Tipe pertemuan yang berbeda memerlukan bentuk persiapan berbeda dan hasil
berbeda, persiapkan sesuai dengan kebutuhan.
h.
Berfikir dan katakana “kami” daripada
“saya” pertimbangkan keperluan dan peluang organisasi sebelum berpikir peluang
dan kebutuhan sendiri.
i.
Dengarkan dulu, baru berbicara kemudian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar